KeyyNews.com – Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bengkulu akhirnya melakukan pemeriksaan terhadap Sekwan Seluma Eddy Soepriadi yang menjadi tersangka korupsi anggaran pemeliharaan kendaraan dinas dan belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2017, pada Selasa, (20/10). Rabu (21/10/2020).
Pemeriksaan tersebut merupakan yang pertama sejak Eddy ditetapkan tersangka awal September 2020 lalu. Meski di periksa sejak siang hari, Eddy masih belum di tahan karena penyidik menilai Eddy kooperatif. Ditambah lagi Eddy sudah membuat surat pernyataan tidak akan melarikan diri atau menghilangkan bukti, sehingga penyidik memberlakukan lapor wajib terhadap Eddy.
“Belum ditahan karena tersangka kooperatif dan tidak akan melarikan diri. Kita berlakukan lapor wajib terhadap tersangka, ”jelas Dir Reskrimsus Polda Bengkulu, Kombes Pol Dedy Setyo Yudho Pranoto melalui Kasubdit Tipikor, AKBP Harry Irawan.
Lebih lanjut AKBP Harry mengatakan, penambahan tersangka masih menunggu perkara Eddy disidangkan dan mendapatkan vonis dari majelis hakim. Hal tersebut koordinasi penyidik dengan Jaksa Kejati Bengkulu.
“Penambahan tersangka setelah KPA mendapatkan vonis, itu berdasarkan koordinasi kami dengan jaksa,” imbuhnya.
Jaksa mengatakan hal tersebut, karena mereka memeriksa berkas perkara tersangka korupsi Seluma. Mereka juga menetapkan berkas P19 dan P21.
Kemudian, jaksa yang memberikan petunjuk terkait berkas tersebut selanjutnya seperti apa, apakah ada kekurangan dan apa yang harus dilengkapi. Tidak heran jika penetapan tersangka kasus korupsi waktu cukup lama.
Untuk diketahui, dugaan korupsi BBM Setwan Seluma telah dilakukan oleh dua orang tersangka Fery Lastoni selaku PPTK dan Syamsul Asri selaku bendahara. Dua orang tersebut sudah mendapatkan vonis dari majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu. Masing-masing mendapatkan vonis 1 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara.
Eddy pernah dihadirkan menjadi saksi sidang bulan Februari 2020 lalu. Saat itu Eddy mengaku dia tidak tahu masalah keuangan, yang lebih tahu bagian keuangan.
Eddy juga mengaku dirinya hanya menandatangani laporan jawaban pertanggung tanpa melakukan pengecekan penggunaan anggaran. dan Eddy tidak tahu pembayaran pencairan BBM tidak sesuai struk dan menimbulkan kerugian Rp 700 juta.
Alasannya, struk BBM tidak pernah masuk ke meja kerja. Kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan korupsi tersebut Rp 900 juta. Rincian anggaran Rp 436 juta untuk suku cadang dan Rp 1,2 miliar untuk belanja BBM.
Sumber ; (Tribratanewsbengkulu.com)