Mendedah Peraturan Desa (PERDES); Corong Aspirasi Warga Desa

503

 

PENULIS: Oky  Alex S, S.H

(Direktur LBH Sophia dan Narasumber Pelatihan Desa Desa)

Indonesia merupakan Negara Hukum sebagimana tertuang didalam Konstitusi.    Hukum adalah seperangkat norma yang memuat berbagai aturan baik yang sudah terkodefikasi/tertulis maupun hukum yang hidup didalam masyarakat yang tidak tertulis “commonlaw”. Setiap tindak-tunduk dan prilaku warganegara harusnya dan wajib menaati hukum sebagai laku hidup agar terciptanya ketertiban dan keamanaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai bagian dari wilayah otonom, desa mempunyai kedaulatan tersendiri terkait dengan pemerintahannya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari kedaulatan atas aturan sesuai dengan toritorial otonominya. Maka dari itu desa juga mempunyai aturan tersendiri terkait wilayah hukumnya. Maka, Bagaimanakah mekanisme dan cara pembentukan yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku?

Hal ini seringkali menjadi pertanyaan masyarakat yang ada di desa. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak di desa Kepala Desa beserta Perangkat dan Badan Permusyawaratan Desa yang masih belum mengetahui hal tersebut. Karena tidak semua dari masyarakat yang melek hukum dan faham, karena bukan berlatar belakang dari pendidikan pemerintahan dan hukum. Akan tetapi, semangat untuk memajukan desa dan berbuat untuk desa tidak menutup kemungkinan untuk terus berproses dan belajar.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimana status dan kedudukan hukum Peraturan Desa pasca keluarnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 terkait dengan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Memang Secara ekplisit di Undang-Undang tersebut tidak mengatur secara tegas mengenai Peraturan Desa (PERDES) atau Perturan yang dikeluarkan oleh kepala desa atau setingkat dimana peraturan tersebut diundangkan. Akan tetapi, bukan berarti Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tidak mengakui Peraturan Desa sebagai peraturan perundang-Undangan. Mengapa Demikian? Berdasarkan Ketentuan Pasal 8 UU 12/2011 yang berbunyi :

(1)  Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Maka dari itu walaupun tidak termasuk di dalam Perundang-Undangan akan tetapi tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh Perturan Perundangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan. Maksudnya adalah, Peraturan Desa tersebut merupakan turunan dari Peraturan diatasnya untuk membentuk aturan di Tingkat Desa contohnya: Turunan aturan teknis otonom Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan Pemerintah (PP) dan lain sebagainya atau kebutuhan masyarakat desa untuk membuat Perdes yang dibuat oleh yang berwenang dalam hal ini Kepala Desa beserta Perangkat dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa.

Sebelum membahas bagaimana Mekanisme Pembentukan Perdes, ada baiknya terlebih dahulu penulis mengajak pembaca untuk mengetahui siapa saja yang berwenang membentuk Perdes tersebut.Karena sependek pengalaman penulis di beberapa desa banyak yang bertanya terkait siapa yang lebih tinggi kewenangan dan kedaulatannya antara Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.Maka dari itu, hal ini harus ditelah oleh aturan yang berlaku.

Pertama-tama penulis akan menjelaskan soal peranan Kepala Desa terlebih dahulu. Kepala Desa adalah pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jadi, kepala desa adalah penyelenggara pemerintahan desa  yang penyelanggaraannya berdasarkan asas Kepastian Hukum, Tertib Penyelenggaraan Pemerintahan, tertib Kepentingan Umum, Keterbukaan, Proporsionalitas dan Profesionalitas sesuai dengan Pasal 23 dan Pasal 25 UU Desa. Adapun tugas kepala desa disebut dalam Pasal 26 ayat (1) UU Desa yaitu menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Kedua, penulis akan menjelaskan soal Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yakni lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 4 UU Desa.

Adapun fungsi BPD yang berkaitan dengan kepala desa yaitu (Pasal 55 UU Desa):

  1. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
  2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
  3. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Selanjutnya masih mengenai keterkaitan antara BPD dengan kepala desa, BPD juga memiliki hak untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini terdapat dalam Pasal 61 huruf a UU Desa yang berbunyi:

Badan Permusyawaratan Desa berhak:

  1. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
  2. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
  3. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

 

Fungsi BPD tersebut juga tercermin dari hak anggota BPD untuk mengajukan usul rancangan Peraturan Desa.Jadi, peran BPD dalam pembentukan Peraturan Desa adalah sebagai pengusul rancangan Peraturan Desa serta sebagai mitra Kepala Desa dalam membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.Kemudian, terakhir mengenai fungsi BPD sebagai pembentuk Peraturan Desa. BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Selanjutnya penulis akan membahas terkait  kedudukan kepala desa dan BPD. Di dalam penjelasan umum poin 5 UU Desa tentang Kelembagaan Desa antara lain dikatakan bahwa Undang-Undang ini mengatur mengenai kelembagaan desa/desa adat, yaitu lembaga pemerintahan desa/desa adat yang terdiri atas pemerintah desa/desa adat dan BPD/desa adat, lembaga kemasyarakatan desa, dan lembaga adat. Jika dilihat dari kedudukannya, memang kepala desa selaku pemerintah desa dan BPD memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama merupakan kelembagaan desa yang sejajar dengan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat. Dalam UU ini pun tidak membagi atau memisah kedudukan keduanya pada suatu hierarki. Ini artinya, keduanya memang memiliki kedudukan yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda.Lebih lanjut dikatakan pula dalam penjelasan umum bahwa kepala desa/desa adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Sedangkan BPD mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintahan desa bersama kepala desa. BPD harus mempunyai visi dan misi yang sama dengan kepala desa sehingga BPD tidak dapat menjatuhkan kepala desa yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat desa.

Untuk mempermudah memahami hubungan antara kepala desa dan BPD dapat kita lihat pengaturannya antara lain sebagai berikut:

  1. Kepala Desa dan BPD membahas dan menyepakati bersama peraturan desa (Pasal 1 angka 7 UU Desa)
  2. Kepala Desa dan BPD memprakarsai perubahan status desa menjadi kelurahan melalui musyawarah desa (Pasal 11 ayat (1))
  3. Kepala desa memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD (Pasal 27 huruf c UU Desa)
  4. BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir (Pasal 32 ayat (1) UU Desa)
  5. Kepala Desa mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan memusyawarahkannya bersama BPD (Pasal 73 ayat (2) UU Desa)
  6. Kepala Desa dan BPD membahas bersama pengelolaan kekayaan milik desa (Pasal 77 ayat (3) UU Desa)

 

Sebagaimana dalam UU no 6 tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Desa (Perdes) bisa didefinisikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam rangka memperluas kewenangan otonomi desa, Peraturan ini berlaku untuk wilayah desa setempat. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakatnya.

Bagaimanakah kaidah Ketentuan Pembuatan Peraturan Desa?

Guna memenuhi kaidah tentang peraturan desa, maka penyusunannya harus sesuai ketentuan dalam pembuatan Peraturan Desa (Perdes) yang bisa dilihat pada BAB VII UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, untuk memudahkannya kami uraikan sebagai berikut:

  1. Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturan Kepala Desa.
  2. Pembentukan Perdes dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (hierarki peraturan perundang-undangan).
  3. Perdes ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
  4. Rancangan Perdes tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Perdes.
  5. Hasil evaluasi Rancangan Perdes tersebut kemudian diserahkan kepada Kepala Desa oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota.
  6. Kepala Desa wajib memperbaiki Rancangan Perdes yang mengalami revisi sesuai dengan arahan Bupati/Walikota dengan kurun waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.
  7. Jika Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi terhadap rancangan Perdes dalam batas waktu tersebut di atas (paling lama 20 hari), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya
  8. Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa.
  9. Masyarakat Desa berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Desa.
  10. Peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh Sekretaris Desa.
  11. Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaannya.

 

 

Dimana Peraturan Desa Diundangkan?

Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Pasal 84 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 43/2014”):

 (1)  Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.

(2)  Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

(3)  Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa dan berita Desa oleh sekretaris Desa.

(4)  Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan.

(5)  Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

Terakhir adalah,, peraturan desa diundangkan dalam lembaran desa dan berita desa oleh sekretaris desa.

Pedoman Penyusunan Peraturan Desa (PERDES).

           
Proses penyusunan peraturan desa meliputi berbagai tingkat penyelesaian, seperti tingkat persiapan, penetapan, pelaksanaan, penilaian dan pemaduan kembali produk yang sudah jadi. Perangkat Desa yang merancang peraturan desa diharuskan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik masyarakat desa. Proses penetapan peraturan desa memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik guna meminimalisir Perdes yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat.

Penyusunan Peraturan Desa membutuhkan partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari peraturan desa yang disusun tersebut dapat memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembentukkannya. Partisipasi masyarakat dapat berupa masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan peraturan desa.

Pembentukan Perdes yang baik harus memenuhi beberapa azas pembentukan peraturan perundang – undangan, yaitu sebagai berikut :

  1. Kejelasan tujuan,
  2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat,
  3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan,
  4. Dapat dilaksanakan,
  5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan,
  6. Kejelasan rumusan, dan
  7.  Keterbukaan.

Peraturan desa dapat dibatalkan apabila tidak terpenuhinya azas-azas tersebut di atas. Pejabat yang berwenang membatalkan peraturan desa adalah Bupati/Walikota. Perdes hendaknya dibuat dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Oleh karena itu, proses penyusunan peraturan desa hendaknya memperhatikan aspirasi sekaligus melibatkan masyarakat desa setempat.

Muatan Peraturan Desa harus mampu mendukung penyelenggaraan otonomi desa dan menampung kondisi khusus desa. Program penyusunan Perdes dilakukan dalam suatu program legislasi desa, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan suatu materi Perdes. Ada beberapa jenis Perdes yang ditetapkan oleh Pemerintahan Desa antara lain:

  1. Retribusi Desa,
  2. Tata Kelola Kawasan Hutan Rakyat,
  3. Rencana Konservasi Desa,
  4. Tata Ruang Wilayah Desa,
  5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),
  6. Perangkat Desa,
  7. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan peraturan umum lainnya.

Itulah ulasan mengenai tata cara/pedoman penyusunan Peraturan Desa (Perdes) yang dapat penulis jabarkan secara sistematis holistik. Semoga bermanfaat bagi siapapun yang kiranya ingin memahami terkait dengan PERDES dikajadi dalam peraturan yang ada. Terkhusus untuk warga desa dan segenap perangkat dan Badan Desa yang ingin mengetahui dan saling belajar.

Lebih dan kurang penulis mohon maaf, terima kasih.

 

Sumber :

  1. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, drs. CST. Kansil, S.H
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini